Penipuan Dimas Kanjeng Taat Pribadi
Tidak ada syarat yang susah untuk menjadi santri padepokan. Para santri hanya membayar mahar dengan nominal tertentu untuk pengembangan padepokan dan santri diharuskan aktif mengikuti istighosah-tahlil yang digelar oleh padepokan.
Seiring dengan bertambahnya waktu, jumlah pengikut santri semakin hari semakin banyak. Tiba-tiba, muncul kasus dugaan keterlibatan padepokan dalam kasus pembunuhan terhadap Abdul Ghani salah seorang santrinya asal Probolinggo.
Kini, dia menjadi penghuni rumah tahanan Mapolda Jawa Timur. Banyak hal menarik tentang ditangkapnya pria yang pernah menggegerkan publik dengan videonya yang tengah bergelimpangan uang.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi 'menjual' dengan berfoto bersama toko-tokoh nasional termasuk bersamaPresiden Jokowi untuk melakukan praktik penipuannya.
Hal ini terlihat dari beberapa baliho yang dipajang menuju tempat padepokan 'Dimas Kanjeng' yang dikelolanya. Tampak beberapa foto terpajang memperlihatkan dirinya tengah bersalaman atau duduk bersama dengan tokoh-tokoh penting.
Ini diduga untuk memberikan kepercayaan kepada calon korbannya agar bisa menarik sejumlah uang yang dijanjikan bisa berganda menjadi berkali-kali lipat.
1. Dalam bacaan salat, ada yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan tidak pernah dilakukan Rasulullah. Contohnya, setelah takbir ada bacaan lain yang di luar syariat Islam. Ada Salawat Fulus juga.
2. Dalam wiritan, banyak bacaan salawat yang tulisannya keliru dan sehingga makna berbeda.
3. Dalam wiritan atau amalan, tawasul Al-Fatitah untuk Rasulullah hanya sekali. Tapi untuk Dimas Kanjeng, tawasul Al-Fatihah ada banyak.
4. Sumpah untuk para santri atau pengikut padepokan yang isinya tidak boleh ketemu Dimas Kanjeng Taat Pribadi atau sang guru besar selama lima tahun. Jika bertemu, tidak boleh tersenyum atau menyapa.
Ia menjanjikan uang mahar itu bisa digandakan dengan syarat waktunya ditambah satu tahun.
"Bagi pengikut yang manut dengan Dimas Kanjeng akan dimintai lagi uang mahar. Nominalnya bervariasi tergantung permintaan Dimas Kanjeng. Mayoritas pengikutnya yang nafsu akan penggandaan uang ini akan menuruti kemauan Dimas Kanjeng. Mereka belum sadar kalau itu hanya modus semata," pungkasnya. Anas Miftakhudin / Galih Lintartika